Sunday, June 26, 2011

Inilah Ojek dengan Argometer Pertama di Indonesia

Ojek naik kelas. Di Jogja, kini sudah ada ojek yang tarifnya ditentukan oleh argometer. Karena merupakan yang pertama di Indonesia, MURI (Museum Rekor-Dunia Indonesia) pun memberikan penghargaan pada Mei lalu. Belum setahun beroperasi, pelanggan ojek itu sudah mencapai belasan ribu.
-----------


SEBUAH motor berwarna kombinasi kuning-hitam siang itu meluncur dengan kecepatan sedang di kawasan Sekip, Sleman. Sang joki motor mengenakan jaket kombinasi serupa (kuning-hitam). Sedangkan yang dibonceng adalah perempuan muda berpakaian kasual. Tak berapa lama kemudian motor tersebut berhenti di depan perpustakaan kampus Universitas Gadjah Mada (UGM).

"Berapa, Mas?" tanya penumpang motor tersebut. Sebelum menjawab, si joki melihat ke kotak kecil yang dipasang di antara stang dan jok motornya. "Empat ribu lima ratus rupiah," jawab pria berjaket itu. Tak lama, transaksi pembayaran selesai, dan si joki motor meninggalkan penumpangnya.

Itulah gambaran bagaimana ojek berargometer beroperasi di Jogja. Ojek berargometer tersebut diberi nama O"Jack. Itulah taksi motor pertama di Indonesia yang menggunakan sistem argometer dalam pembayarannya. Mei lalu Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri) memberikan penghargaan. "Ini adalah bagian dari terobosan yang bisa saya sumbangkan untuk transportasi Indonesia. Khususnya ojek," kata sang pemilik O"Jack Nanang Kuswoyo.

Tarif yang dipatok untuk pengguna O"Jack adalah Rp 2 per meter. Itu berarti pelanggan yang menggunakan jasa ojek sejauh satu kilometer akan dipungut biaya Rp 2.000.
Meski belum setahun beroperasi (pertama beroperasi sekitar November 2010), O"Jack sudah memiliki banyak pelanggan hingga belasan ribu orang. Pada Mei lalu saja, ojek yang berkantor di Jalan dr Sardjito No 11, Jogja, itu melayani dua ribu pelanggan. Dengan adanya layanan call center dan nomor yang mudah diingat konsumen, tak mengherangkan jika jumlah panggilan terus meningkat pada Juni ini.

Jumlah armada O"Jack saat ini 12 kendaraan. Semua siap melayani pelanggan 24 jam. Untuk memudahkan mengenali identitas armada O"Jack, perusahaan memberikan jaket dan hem bertulisan O"Jack.

O"Jack tidak hanya melayani jasa antar jemput orang, tetapi juga menerima pesanan jasa pengantaran dan pembelian barang untuk wilayah dalam Kota Jogja. Selain tiga layanan tersebut, O"Jack menyediakan paket kantor, sekolah, dan wisata. Soal harga, program paket itu dibanderol harga khusus. Tarifnya tidak harus sesuai dengan kilometer yang ditempuh. Misalnya, untuk paket sekolah, konsumen dikenai Rp 199 ribu untuk layanan antar jemput selama enam hari.

Karena bisnis itu menjanjikan, Nanang mengaku mendapat tawaran dari beberapa koleganya untuk membuka franchise O"Jack. Beberapa rekanan bisnisnya asal Kota Bandung, Semarang, Surabaya, dan Denpasar meminta pria asal Jombang itu segera mengembangkan nama O"Jack di daerah-daerah tersebut.

"Saya belum bisa memberikan jawaban kepada mereka. Sebab, O"Jack di Jogja ini saya anggap proyek trial and error dulu," kata Nanang. Alumnus Universitas Brawijaya, Malang, itu berencana mematangkan dulu beberapa aspek internal O"Jack sebelum merilisnya menjadi usaha waralaba.

Nanang mengatakan, proyek O"Jack sebenarnya wujud dari "balas dendam"-nya kepada penyedia jasa ojek. Pria berusia 30 tahun itu pernah mengalami pengalaman kurang mengenakkan ketika menggunakan jasa ojek di luar Kota Jogja beberapa tahun lalu.

"Saya pernah ditipu ojek. Masak mengantar satu kilometer saja kena Rp 30 ribu?" ucap Nanang. Bagi pria lajang tersebut, bukan masalah jumlah uang yang dikeluarkan yang membuat sakit hati. Tapi, justru penipuan oleh si tukang ojek yang membuat dirinya kecewa berat. Nanang lantas berpikir, alangkah baiknya jika ada satuan baku soal ongkos ojek. Maka, penyuka soto itu mengutak-atik beberapa barang elektronik. Salah satu di antaranya, argometer taksi. Dan hasilnya, argometer pada O"Jack itulah karyanya.

Menurut salah seorang pelanggan O"Jack Matahari Khatulistiwa, pilihan menggunakan jasa ojek di dalam kota sangatlah efektif. "Yang jelas, bebas macet. Apalagi kalau kita kuliah berbarengan dengan jam masuk kantor," ujar mahasiswa Sastra Korea UGM itu.

Selain O"Jack, ada jasa ojek di Jogja bernama O"Jacky. Berdasar usia, O"Jacky terbilang lebih senior. Usaha yang dirintis Agung Suryolaksono, Hendra, dan Adi Laksono itu beroperasi sejak 2008. Hingga kini, setidaknya sudah ada 8"10 armada motor yang beroperasi setiap hari.

Nah, di O"Jacky ini para pengojek tak menjadikan jasa mereka sebagai mata pencaharian utama. Semua adalah pekerja industri kreatif. Mulai seniman, fotografer, event organizer, hingga desainer. Karena itulah, pengojek di O"Jacky lebih santai dan tak ngaya.

"Kami lebih ke arah komunitas saja. Jadi ojek ini" hanya usaha sampingan," kata salah seorang owner O"Jacky Agung Suryolaksono. Meski transaksi tak seramai O"Jack, sehari setiap pengojek rata-rata melayani 7"8 pelanggan. Lonjakan permintaan biasanya terjadi pada akhir pekan. Jumlahnya bisa mencapai 20 pelanggan per pengendara.

Soal harga, sama dengan O"Jack. Yakni, Rp 2 ribu per kilometer. Karena tak memiliki argometer di kendaraannya, patokan yang digunakan adalah jarak pada spidometer motor. Sebelum berangkat, pelanggan dipesilakan melongok ke spidometer. Jadi, unsur kepercayaan konsumen kepada pengojek sangat diutamakan.

Dan pengendara di O"Jacky tak memakai seragam. "Ini bagian masukan dari konsumen. Katanya lebih nyaman dengan ojek yang tanpa seragam. Kesannya yang ngantar adalah saudara sendiri," jelas Agung. Menurut pria asal Banyuwangi tersebut, ciri ojek tanpa seragam itu akan dipertahankan demi brand mereka.

O"Jacky menggaet konsumen dengan jalan aktif di jejaring dunia maya. Misalnya, Twitter, media on line, dan blog. Jika ingin menggunakan O"Jacky, pelanggan biasanya mengontak nomor telepon yang ada di portal itu. "Karena itu, mayoritas pelanggan kami adalah kaum melek teknologi," ucap Agung.

Karena lebih bersifat komunitas, kata dia, O"Jacky tak memiliki kantor. Jika ada pertemuan, mereka biasanya berkumpul di warung kopi kawasan Candi Gebang atau Maguwiharjo.

Di sisi lain, O"Jacky juga menyediakan paket untuk menjaring pelanggan. Misalnya, paket antar jemput sekolah, mengambil barang tertinggal, paket antarbarang, dan yang paling laris adalah paket wisata. Untuk empat lokasi wisata di Jogja, yakni Malioboro, Keraton Jogja, Kotagede, dan Candi Prambanan, pelanggan dipatok harga Rp 80 ribu sekali jalan.

Salah satu yang pernah menggunakan jasa wisata itu adalah Adityo Dimas. Mahasiswa asal Jakarta tersebut mengetahui O"Jacky dari internet. Selain paket wisata, Dimas menggunakan O"Jacky untuk antar jemput kuliah. (sumber: jpnn.com)

____________________

No comments:

Post a Comment